Minggu, 07 Desember 2008

Mimpi & Gus Dur


Gus Dur sering tertidur ketika seminar, bahkan ketika sidang MPR dalam kapasitasnya sebagai Presiden RI, tetapi tidurnya tidak sama dengan tidur kita. Sejarah orang besar juga akrab dengan tidur yang produktip. Imam Syafei menurut suatu riwayat ia baru bisa merumuskan berbagai pemikiran fiqhnya secara sistematis, setelah terlebih dahulu tidur. Tidur bagi orang besar (besar kapasitas spiritualnya) merupakaan saat menata memori hingga informasi yang ada di dalamnya tersusun rapi sesuai dengan struktur kebenaran logis atau fralsafi. Para ulama biasanya sebelum tidur terlebih dahulu berwudlu, salat tahajud dan menyambung pemancar spiritualnya ke nurilahiyah. Tidurnya orang yang duduk mendengarkan khutbah Jum`ah malah menurut fiqh tidak membatalkan wudlunya. Tidurnya orang puasa jga berpahala.

Konon sewaktu Gus Dur menjadi Presiden, banyak sekali pembisik yang datang. Semua bisikan didengar, tetapi kemudian ia tidur dan setelah tidur lahirlah keputusan presiden yang mengejutkan semua pembisiknya. Kebanyakan Presiden yang dijatuhkan akhirnya benar-benar jatuh. Bung Karno tidak berani keluar rumah setelah tidak jadi Presiden. Pak Harto juga tidak lagi leluasa berkomunikasi dengan dunia luar setelah lengser. Habibi butuh waktu beberapa tahun ngungsi ke Jerman sebelum meluncurkan buku memorinya yang menghebohkan. Megawati bahkan hingga kini tidak berani hadir di istana pada hari upacara proklamasi kemerdekaan RI, juga belum siap ketemu SBY yang pernah menjadi bawahannya. Hanya Gus Dur, meski sudah strook dua kali, tetapi tetap saja percaya diri ketemu dengan siapa saja. Ia temui Pak harto, Megawati, Amin rais dan SBY, Akbar Tanjung tanpa beban, tanpa repot-repot. Di rumahnya bilangan Ciganjur, para bekas presiden dan presiden, juga bekas musuh-musuhnya, pada dating menghadiri akad nikah puterinya. Ke Israel, ia juga tak problem kesana.

Pada diri Gus Dur itu terkumpul beberapa pemancar yang bisa dihubungkan dengan satelit spiritual; intelektual, sufistik dan mistik. Dari orang seperti Gus Dur susah dibedakan mana yang gagasan, obsessi dan mimpi karena ketiganya sering muncul bareng dan dan urutannya sering tidak konsistren. Gus Dur dikenal sangat konsisten dalam ketidak konsistenannya. Sekarang orang baru menyadari sesungguhnya Gus Dur tidak melakukan kesalahan yang mengharuskannya dilengserkan. Juga banyak gagasannya yang aneh-aneh, tapi sepuluh-duapuluh tahun kemudian baru terasa relevan. Pada tahun
1983an,di depan diskusi CSIS , dikala NU belum dihitung, ia mengatakan bahwa nanti akan terjadi semua presiden akan mencari wakilnya dari NU. Semua orang tertawa karena menganggapnya lawakan, tetapi pada tahun 2004, lawakannya menjadi kenyataan. SBY, Megawati, Wiranto,dan Agum Gumelar, semuanya capres, mereka memang memilih orang NU menjadi cawapresnya, yaitu Yusup Kalla, Hasyim Muzadi, Solahuddin Wahid, dan Hamzah Haz.

Pemimpin itu ada yang datang tepat waktu, ada yang kedaluwarsa, dan ada yang datang terlalu cepat. Gus Dur termasuk pemimpin yang terlalu cepat datang mendahului zamannya, oleh karena itu banyak gagasannya tidak bisa difahami orang sekarang. Dalam perspektip pewayangan, Gus Dur itu memiliki karakteristik kepribadian Semar (guru), Petruk (pelawak) dan Togog (tokoh ngawur) sekaligus. Hal yang begitu serius disampaikan sebagai lawakan, terkadang dibalik ngomong ngawurnya, ada juga benarnya. Maknanya Gus Dur tak pernah salah, yang salah adalah yang mendengarkan tanpa menseleksi mana kata katanya sebagai Guru bangsa (Semar), mana yang sekedar lawakan (Petruk) dan mana yang sekedar ngawur-ngawuran (Togog). Bingung kan ? Wallohu a`lam.