Senin, 15 Desember 2008

Mahkamah Konstitusi lahir setelah Gus Dur dijatuhkan secara politis


Perspektif Wimar
23 May 2008

Oleh: Didiet Adiputro

10 tahun reformasi bukan hanya melahirkan beberapa pemimpin bangsa yang silih berganti, pemilihan langsung, kebebasan pers, dll. Selain itu lahir juga sebuah lembaga baru yang menjadi penafsir tunggal konstitusi yaitu Mahkamah Konstitusi. Hadir di Perspektif Wimar kali ini Ketua MK, Prof.Dr. Jimly Asshiddiqie yang ditemani Cathy Sharon sebagai co host.

Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya berkaca pada kasus impeachment Presiden Wahid. Proses pencopotan tersebut dimunculkan dan diputuskan oleh kompromi politik belaka, tanpa ada pembuktian pelanggaran terhadap konstitusi secara jelas. Maka dibuatlah MK untuk mengadili hal tersebut, sehingga pemberhentian presiden tidak hanya diputuskan oleh aspek politis semata.

MK sebagai lembaga tinggi Negara yang kedudukannya sejajar dengan DPR dan Presiden ini, memiliki beberapa kewenangan seperti menguji konstitusionalitas, memutus perselisihan sengketa, memutus perselisihan pemilu, pembubaran parpol, dan impeachment. Dengan kewenangan-kewenangan tadi, maka dalam UUD’45 dikatakan, semua hakim konstitusi yang berjumlah 9 orang tersebut haruslah seorang negarawan atau ahli hukum. Karena keputusan mereka itu final dan mengikat alias tidak bisa digangu gugat.

Biarpun belum lama berdiri, menurut Prof. Jimly, Mahkamah Konstitusi sejak tahun pertama sudah memulai berinovasi dengan tujuan menjadi organisasi yang modern dan efisien, termasuk melek internet. Misalnya inovasi yang dilakukan seperti sejak dua tahun lalu yang membolehkan pengajuan gugatan lewat internet. meskipun hingga kini belum ada yang mengajukannya lewat internet, ujar Jimly

Jimly juga menekankan pentingnya para pakar untuk mengevaluasi kembali konstitusi kita. Bahkan salah satu anggota ICMI ini juga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan amandemen ke 5 konstitusi kita. “asal jangan dalam waktu dekat”, ujarnya.