Minggu, 07 Desember 2008

Pengaruh Gus Dur Tetap Diperebutkan


INILAH.COM, Jakarta – Ditolak partainya sendiri, tapi disegani elit partai lain. Itulah fenomena politik yang dihadapi KH Abdurrahman Wahid saat ini. Terbukti hampir semua kandidat capres yang 'sowan' kepadanya, termasuk capres dari Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Prabowo, mantan tentara yang bakal diusung Partai Gerindra pada Pemilihan Presiden 2009, bukan orang pertama yang mengunjungi Ketua Dewan Syura DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. Sebelumnya sudah pernah berkunjung Yusril Ihza Mahendra, Soetrisno Bachir, dan Rizal Ramli.
Meski terpinggirkan di PKB pimpinan Muhaimin Iskandar, Gus Dur masih dipandang oleh politisi nasional yang berkeinginan menjadi capres 2009. Ada yang membalutnya dengan silaturahim, tapi gampang dibaca publik sebagai minta restu kepada cucu pendiri NU tersebut, KH Hasyim Asyari itu.
Kondisi ini mengingatkan banyak orang kepada Pemilu 2004 lalu. Saat itu, Gus Dur juga menjadi rebutan kontestan pilpres 2004. Di putaran pertama, pasangan Wiranto-Shalahuddin Wahid berhasil menggaet kyai asal Ciganjur tersebut sebagai ‘model iklan’ di iklan politik Wiranto-Wahid.
Karena, calon yang didukung Gus Dur kalah, pasangan yang tampil di putaran kedua juga tak kalah sibuk untuk merebut restu dan dukungan Gus Dur. Dalam perebutan tersebut, pasangan SBY-JK yang mendapat dukungan dari Gus Dur. Bisa jadi, Gus Dur terpaksa memberikannya karena permusuhan politiknya dengan Megawati Soekarnoputri saat itu.
Menurut Wakil Sekretaris Dewan Syura DPP PKB kubu Gus Dur, Annisa Mahfudz, kondisi tersebut membuktikan bahwa di lapangan Gus Dur masih kuat. “Ini bukti Gus Dur masih kuat di lapangan,” katanya kepada INILAH.COM, Kamis (13/11) di Jakarta.
Kondisi ini, menegaskan bahwa bukannya Gus Dur yang butuh PKB, namun PKB yang butuh Gus Dur. “Di grassroot itu ikut dan melihat Gus Dur,” tegasnya. Menurut dia, jika pun Muhaimin mencalonkan diri sebagai presiden, hal tersebut akan sia-sia belaka karena tidak ada gerbong yang signifikan.
Sementara pengamat politik dari Univesitas Indonesia (UI) Arbi Sanit, mengatakan kehadiran elit kepada Gus Dur hanyalah khayalan elit yang kebelet untuk menjadi calon presiden pada 2009 mendatang. “Itu hanya khayalan elit yang ingin menjadi presiden 2009 mendatang,” katanya.
Dalam konteks ini, Arbi menilai, kehadiran elit politik ke Gus Dur terkait dengan ketokohan yang disandang Gus Dur dan kepemilikan pendukung fanatik. “Gus Dur adalah tokoh, punya pendukung setia yang masih banyak,” kata Arbi. Kondisi ini didukung dengan tradisi politik Indonesia yang masih paternalistik dan primordialsime yang ditentukan oleh ketokohan seseorang.
Menurut Arbi, harapan elit bertemu dan meminta restu Gus Dur setidaknya dua hal yang diinginkan, yaitu suport pendukung setia Gus Dur serta dukungan yang bersifat nuansa mereka yang memberi hormat dan kagum kepada Gus Dur. “Meski Gus Dur tidak sama sekali menyerukan kepada para pendukungnya untuk memilih si A atau si B,” katanya.
Dalam polling calon presiden, Gus Dur juga menduduki di bawah 5%. Survei Lembaga Survei Nusantara (LSN) September lalu, misalnya, Gus Dur bahkan hanya mendapatkan dukungan 1,3% jika pilpres dilaksanakan saat pelaksanan survei.
Sementara di tempat terpisah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Survei Nusantara (Laksnu) Gugus Joko Waskito menegaskan posisi Gus Dur bukan masih kuat, tapi memiliki basis massa tersendiri. “Apapun kekurangan Gus Dur saat ini, pengikutnya masih banyak di akar rumput,” katanya Kamis (13/11).
Terkait sowan para capres ke Gus Dur, ia menilai faktor pemberitaan dari media bagi tokoh yang sowan ke Gus Dur menjadi hal penting bagi sang calon. “Selain juga, para capres ingin mendapatkan simpati dari pendukung Gus Dur,” ujarnya. Dengan tidak dilibatkan Gus Dur dalam struktur PKB, menjadi poin bagi capres untuk berebut simpati ke Gus Dur dan para pendukungnya.