Sabtu, 20 Desember 2008

Gus Dur yang saya cintai…


oleh zaky

Mungkin saya hanya sepersekian dari manusia di muka bumi ini yang mengagumi kiprah sosok mantan orang no.1 Republik Indonesia ini. Saya akan selalu mendoakan kesehatan dan keselamatan beliau walaupun dalam doa saya terselip pamrih untuk bisa mereguk ilmu dari telaga yang bernama Gus Dur terus menerus. (Pada dasarnya doa itu pamrih ya :-))

Menjadi nasionalis Indonesia, tidak barat tidak juga timur, saya dapat dari beliau, dengan tidak diikuti fanatisme absurd yang mengalahkan logika. Tuhan melahirkan saya menjadi orang Indonesia adalah sepenuhnya otoritas Tuhan yang disebut takdir, dan tak ada yang bisa memilih untuk ini. Saya yang dilahirkan oleh dua orang tua yang kebetulan muslim sejak hadir dimuka bumi, ketika Ayah mengumandangkan adzan di telinga kanan saya dan iqamah di telinga kiri saya menjadikan saya muslim sampai dengan saat ini.

Pernah terbayangkan bagaimana seandainya saya dilahirkan oleh dua orang tua yang sama sekali tidak mengenal agama.., 99 % hampir saya pastikan kemungkinan saya akan menjadi atheis. Oleh karena itu menjadi muslim buat saya bukan suatu hal yang perlu dibanggakan atau di koar-koarkan. “Muslim karena orang tua saja bangga ” begitu selalu saya bergumam.

Artinya menurut saya Tuhan telah mentakdirkan saya untuk mencari kebajikan hidup sebagai umat manusia, lewat jalan ini, lewat jalan menjadi muslim. Oleh karena itu saya berfikiran dari konsep pluralisme yang Gus Dur serukan, bahwa semua umat manusia memiliki starting point yang pada hakikatnya sama untuk mencari kebenaran, dan semua umat manusia berhak mendapat finish yang sama, imbalan yang sama atas nama surga Allah Tuhan Yang Rahiem, bergantung pada kebajikan yang diperbuatnya terhadap sesama umat manusia, tergantung pada proses perjuang mereka selama hidup untuk menciptakan lingkungan dunia yang lebih baik dan bergantung dari bagaimana ia menghadapi tiap rintangan hidup yang menghalanginya dari jalan kebenaran.

Pada dasarnya saya memendam emosi kemarahan, kepada rekan-rekan yang sesama muslim dan mengaung-gaungkan kemuslimannya secara berlebihan, sampai-sampai dengan sangat sombong mengatakan, bahwa menjadi muslim adalah menjadi benar, dan paling berhak mendapatkan surga Tuhan, selain muslim berarti tidak benar dan tidak berhak atas surga Tuhan. Kafir itu…!!!

Lagi-lagi Gus Dur mengingatkan lewat tokoh wayang Parikesit beliau mengajarkan kembali kebijakan bahwa dunia ini tidak tebentuk dari hitam putih. Konsep hitam putih, benar salah dalam kehidupan manusia sebenarnya tidak seperti itu adanya. Pandawa dan Kurawa yang melambangkan kebaikan vs keburukan menjadi putih lewat tokoh Parikesit.

Menurut Gus Dur, Pandawa adalah orang-orang yang sudah tidak punya keinginan dan kepentingan jelek.

Bagaimana dengan Kurawa?, “Kelompok Kurawa adalah orang-orang yang sedang melangkah menuju sikap seperti Pandawa itu. Maka sebenarnya dia itu bukan kalah. Kurawa berbuat macam-macam itu hanya karena belum matang jiwanya. Maka, kewajiban Pandawa adalah mengalahkan Kurawa, supaya bisa diarahkan ke jalan yang baik. Itu sebabnya ada parikesit, yang ‘netral’ berdiri di atas semua golongan. Parikesit itu bersaudara dengan Kurawa maupun Pandawa.

Jadi tidak perlu bersikap emosi sehingga hilang fikiran sehat, dan tertutup jalan untuk memecahkan masalah.

Beberapa tokoh sudah yang mengkafirkan beliau baik secara terbuka maupun tertutup.., bahkan beliau pernah mendapatkan perlakuan yang sangat tidak layak untuk seorang mantan presiden, beliau pernah di usir dalam sebuah forum, tapi toh selama ini beliau bersikap tenang-tenang saja, padahal menjadi perkara yang sangat mudah untuk membalas perlakuan itu.., namun beliau tidak melakukanya. Itu yang saya banggakan.

Tipa kali hati saya menangis jika beliau mendapat perkataan, tindakan yang tidak menyenangkan, tapi sekali lagi beliau tetap tenang .., dan demi Allah saya langsung teringat kepada manusia paling mulia yang Allah ciptakan, Muhammad “salallahu ‘alihi wa aliihi wasalam“.

Betapa hebat RasululLah tetap menjadi tenang, memberi ampunan, kepada orang-orang yang pernah menyakitinya, dan RasululLah tidak pernah sekali pun mengeluh atas perlakuan yang dialaminya ketika menyebarkan keyakinannya.

Gus Dur saya yakin sudah begitu menyatu dalam ajaran RasululLah. Dan saya percaya betul beliau begitu mengenal sosok manusia suci ini, dan saya mengenal lebih baik lagi ajaran RasululLah lewat pipa yang bernama Gus Dur.

Melalui Gus Dur lah saya menghayati arti QS 2:256 yang diturunkan kepada RasululLah tentang bagaimana berkeyakinan.

Dan tentang Yahudi & Nasrani dalam QS 2:120, Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. Gus Dur menjelaskan dengan sangat baik yang dimaksud jangan mengikuti kemauan mereka disini adalah : kemauan mereka dalam memaksakan kehendak, merasa diri yang paling baik, sehingga tidak ada kebenaran selain kebenaran versi dirinya. Itu lah yang menurut Gus Dur yang tidak boleh di ikuti. (Interpretasi yang sangat bernilai menurut saya untuk yang satu ini)

Menjadi umat Muhammad berarti menjadi umat yang toleran, tidak memaksakan kehendak keyakinan, tidak berbangga hati menjadi yang paling benar, umat lain tidak.

Lahir sebagai orang Indonesia dengan berbagai corak warna adat istiadatnya adalah sebuah takdir yang Tuhan tentukan untuk saya, saya mensyukurinya. Dan begitu pula menjadi muslim. Sebagaimana Islam sebagai agama terkahir, adalah agama penyempurna. Penyempurna adalah melengkapi, menjadikan tambah baik, bukan berarti mengganti penuh.

Artinya yang saya pahami Islam hadir untuk menyempurnakan, untuk menjadi lebih baik hal-hal yang sudah ada sebelumnya. Indonesia dengan segala kebaikan yang sudah ditinggalkan berupa adat istiadat oleh nenek moyang kita bukan berarti diganti penuh dengan adanya Islam yang barang tentu membawa budaya baru.

Sekali lagi penyempurnaan yang artinya memperbaiki yang sudah ditinggalkan nenek moyang saya terdahulu, atau dengan kata lain memegang nilai-nilai yang masih baik oleh nenek moyang, kemudian meninggalkan nilai-nilai yang dirasa buruk. Dan menyempurnakannya dengan nilai-nilai Islam sebagaimana Islam sebagai agama terkahir, agama penyempurna. Dan saya akan tetap menjadi muslim yang lahir dari adat istiadat Indonesia.

Keberagaman yang timbul inilah yang membuktikan Allah Maha Besar. Pelukis yang besar pastilah akan menciptakan segala macam kehendak, dan tak terbatas warna. Hanya sosok yang kerdil yang menganggap hidup ini seragam, menjadi satu warna saja. Maha Suci Allah atas keberagaman ciptaanNya.

Oleh karena itu semua saya mencintai Gus Dur yang mengenalkan saya lebih dekat, lebih nyata lagi kepada Allah Tuhan Yang Rahiem & RasululLah Muhammad “salallahu ‘alaihi wa aliihi wasallam“.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Bandung, Hari Raya Qurban 1429 H.