Senin, 23 Februari 2009

Konsistensi, sulitkah?

Masih dalam suasana peluncuran GATARA oleh KH. Abdurahman Wahid, kali ini saya ingin berbagi tentang konsistensi. Walaupun sederhana, tetapi merupakan salah satu faktor penentu dalam melihat kualitas seseorang. Terutama di dalam dunia politik. Dunia yang penuh dengan beraneka dinamika yang berlandaskan kepentingan. Mungkinkah kita bisa bersikap konsisten di dunia politik? apalagi bagi politisi muda, yang selalu beranggapan bahwa selalu ada waktu untuk memperbaiki kesalahan sehingga dengan mudahnya menjual idealisme, hanya untuk kesenangan sesaat.

Saya semula merasa muak membaca komentar anggota DPR-RI dari fraksi PKB, Marwan Ja'far pada inilah.com. Marwan yang pada saat itu segera memberi komentarnya hanya selang beberapa jam GATARA di dirikan.

"Ini kan lucu, mengaku sebagai tokoh demokrasi, tiba-tiba menyerukan golput. Tiba-tiba dia bikin Getara. Nah ini kan lucu," kata Ketua DPP PKB Marwan Ja'far kepada INILAH.COM, Jakarta, Rabu (3/12).

Mengapa saya muak? yah, kalau Marwan mentertawakan, biasa saja. Apalah arti seorang Marwan, jauh lebih baik apabila dia mentertawakan dirinya sendiri. Tetapi komentarnya terlihat terlalu cepat dan tanpa pertimbangan sebelumnya. Tidak ada yang lucu akan keputusan Gus Dur untuk mendirikan GATARA dan tidak ada hubungannya dengan Golput. Justru GATARA merupakan wujud demokrasi sejati karena merupakan wadah yang menerima aspirasi dari seluruh lapisan masyarakat. Sekalipun masyarakat tesebut adalah masyarakat yang kecewa dengan pemerintahnya sendiri.

Tetapi kemudian, saya sendiri yang tertawa geli membaca komentar Hanif Dhakiri, wasekjen yang dulu dipecat Gus Dur, dan sekarang masuk kembali melalui pintu Muhaimin.

"Berdirinya Gatara merupakan suatu hal yang positif. Itu bagian dari partisipasi politik warga negara dalam demokrasi. Dengan senang hati PKB menyambut. Positif saja, itu bisa dijadikan partner kita," kata Wakil Sekjen PKB Hanif Dakhiri kepada INILAH.COM di Jakarta, Kamis (4/12).

Luar biasa bukan? Bagaimana mungkin GATARA yang semula menjadi bahan tertawaan PKB Imin, sekarang malah dijadikan partner? Apa tidak salah? Alangkah naifnya.

Tetapi inconsistency seperti ini, bukan pertama kalinya dilakukan oleh PKB semejak Gus Dur diasingkan dari partainya sendiri oleh Imin-Lukman Cs. Tanpa malu mereka bisa memutar balikkan fakta. Berpura-pura setuju dengan keputusan MA, tetapi pada prakteknya, mereka mengembalikan semuanya ke muktamar "abal-abal" yang mereka lakukan di Ancol. Tanpa malu mereka meng-klaim bahwa ketua umum dewan syuro PKB adalah KH. Azis Mansyur (disatu sisi, saya merasa kashian dg KH. Azis Mansyur ini). Namun, sikap "lain siang, lain pula malam" tidak hanya sebatas itu.

Seakan ingin menang di segala arah, Imin Cs tidak hanya memanipulasi posisi Gus Dur di dewan Syuro PKB, kini mereka seperti tidak rela kalau Gus Dur bersikap yang tidak memihak maupun memberikan keuntungan bagi mereka. Dengan cepat, kini kampanye PKB Imin kembali menyuarkan bahwa "Gus Dur adalah bagian dari PKB" dan spanduk dengan foto Gus Dur, kembali beredar dimana-mana. Bahkan, menuliskan deklarasi PKB di Ciganjur.

Sudahlah, apabila dibahas satu persatu jelas tidak ada sudahnya. Seperti saya katakan tadi, KONSISTENSI lah yang ingin saya katakan di sini. Sebagai pemuda, jelas saja bila saya merasa heran melihat terjadinya inconsistency yang menurut saya tidak ada alasan untuk itu. Sebagai orang muda, mengapa harus bersikap seperti seorang pengecut? Mengapa ragu akan keputusan yang kita pilih sendiri? ...

Jangan sekali-kali merasa puas karena berhasil mentertawakan orang lain, lalu berharap orang lain akan menerima dengan terbuka ketika diminta menjadi bagian dari kita. Serta jangan sekali-kali merendahkan, menyakiti dan menghina orang lain, karena pada akhirnya, orang itu tidak mungkin dipisahkan dari ladang hidup kita sendiri.