Jumat, 27 Februari 2009

Benarkah Hari Bersejarah

Hari Rabu,3 Desember lalu,menjadi catatan istimewa dalam sejarah bangsa kita. Pada hari itu, di Kantor The Wahid Institute digelar sebuah pertemuan berbagai pihak dalam rangka deklarasi adanya ormas baru yang bernama Gatara (Gerakan Kebangkitan Rakyat).


Acara itu ramai diikuti orang.Meski demikian,semula penulis memperkirakan saat itu sebagai hari biasa.Tapi, ternyata orang-orang yang diundang untuk menyaksikan kejadian tersebut menganggap bahwa lahirnya Gatara sebagai sebuah tonggak baru bagi upaya menegakkan demokrasi di negeri kita.

Demikian pula semua pembicara maupun orang yang belum mendapat kesempatan bicara di atas panggung, mereka menganggap berdirinya Gatara adalah kejadian penting. Semua orang menganggap, termasuk penulis sendiri, peristiwa itu adalah satu tonggak baru dari rangkaian peristiwa lain.

Tepatnya, salah satu tonggak yang akan dipergunakan dalam menegakkan demokrasi di negeri kita. Awalnya penulis tidak memperkirakan hal itu.Namun ketika penulis menyerahkan perkembangan keadaan ini kepada Yenny Zannuba Wahid dan Aries Junaidi,mereka pun “bergerak” sendiri.

Ini di luar persangkaan penulis artikel ini.Sesuatu di luar dugaan,gerakan mereka disambut khalayak.Ini terlihat dengan hadirnya orang-orang Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) maupun para pejuang wanita yang tergabung dalam Pergerakan Perempuan Kebangkitan Bangsa (PPKB).

Bahkan banyak para pemimpin lokal PKB datang.Ada yang dari Maluku dan sebagainya.Tapi yang lebih penting lagi adalah mereka yang datang bukan hanya dari lingkungan PKB sendiri,melainkan justru “orang luar”PKB di Jakarta. Lebih-lebih lagi karena yang datang justru mereka yang diperkirakan akan “muncul”di masa yang akan datang.

Inilah sebabnya penulis menilai hari itu menjadi “hari istimewa” bagi kita.Pada siang harinya,penulis mengatakan kepada seorang teman bahwa hari bersejarah itu akan tercapai di masa depan yang dekat ini.Penulis sendiri memperkirakan pada minggu pertama awal Januari 2009.

Sebagaimana dimaklumi,pada waktu belakangan ini mulai muncul kesadaran di kalangan anak-anak muda kita yang selama ini mencukupkan diri dengan semangat. Mereka yang diperkirakan akan memperkuat pihak-pihak pemerintahan sekarang telah muncul kesadarannya bahwa dengan sikap seperti itu tidak akan pernah tercapai tujuan yang diperlukan.

Sekarang mereka telah menyadari pentingnya menumbuhkan solidaritas di antara sesama bagian dari masyarakatjikamenginginkantercapainya momentumperubahan sosial.Apalagi jika hal ini didukung bagian-bagian lain masyarakat yang juga mengerti pentingnya arti solidaritas.

Kini di kalangan anak muda telah muncul kesediaan untuk mengikuti pemimpin “dari luar”. Jadi tidak seperti dahulu, yang hanya menerima kepemimpinan pihak sendiri.Hal ini terjadi karena semakin banyaknya terjadi pengenalan satu dengan lain pihak. Ini sudah tentu merupakan kabar gembira, apalagi jika “golongan menengah” juga turut serta dalam hubungan tersebut.

Kelompok-kelompok yang termasuk golongan menengah ini mencakup para pengusaha baik dari keturunan Tionghoa maupun lainnya.Mereka yang selama ini tidak pernah turut serta dalam kegiatan-kegiatan transformatif itu sekarang mulai terbiasa dengan perjuangan multisektoral tersebut.

Di sinilah peranan para tokoh masyarakat yang dahulunya berjuang sendiri-sendiri saja. Dengan adanya kesadaran untuk menempuh perjuangan yang multisektoral itu,dengan sendirinya akan lebih banyak halhal transformatif dapat dicapai. Kebersamaan ini juga terjadi karena para pemimpin berbagai golongan itu dihadapkan pada arogansi kekuasaan yang diperlihatkan oleh birokrasi sekarang.

Prof Dr Tuty Heraty Nurhadi dari Universitas Indonesia pernah menyatakan bahwa komunikasi antargolongan di negeri kita terputus- putus oleh berbagai sekat.Akibatnya terjadi keterpecahan. Setiap golongan masyarakat mempunyai pengertian sendiri akan istilah-istilah yang dipergunakan.

Golongan atas menggunakan istilah sendiri yang tidak dimengerti oleh lapisan-lapisan lain dalam masyarakat. Seperti kata “diamankan” yang bagi aparat keamanan berarti ditangkap. Pengertian-pengertian yang berbeda ini dicerna oleh beragam lapisan yang berbeda-beda dalam masyarakat kita.Nah,hendaknya para birokrat dan pemimpin kita mengetahui hal ini jika ingin tetap dihargai orang.Sederhana saja,bukan?(Koran Sindo,11 Desember 2008)